Kamis, 30 Mei 2013


 Tujuan Penyalinan Naskah
Teks pada umumnya disalin dengan tujuan tertentu. Proses penyalinan naskah atau teks adalah merupakan rangkaian turun- temurun yang disalin karena beberapa alasan, yaitu:
  1. Ingin memiliki naskah;
  2. Karena teks asli sudah rusak;
  3. Karena kekhawatiran akan terjadi sesuatu terhadap naskah.
Rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks yang turun-temurun disebut tradisi. Tradisi penyalinan naskah tersebut memiliki beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya penyalinan, yaitu:
  1. Naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki sendiri naskah tersebut.
  2. Naskah asli sudah rusak dimakan zaman.
  3. Dikhawatirkan terjadi sesuatu dengan naskah asli, misalnya hilang, terbakar, ketumpahan benda cair, perang, atau hanya karena terlantar saja.
  4. Naskah disalin dengan tujuan magis, karena dengan menyalin suatu naskah tertentu orang merasa mendapat kekuatan magis dari yang disalinnya itu.
  5. Naskah yang dianggap penting disalin dengan berbagai tujuan, misalnya tujuan politik, agama, pendidikan, dan sebagainya.
Menurut de Haan (1973) dalam Baried (1985:57-58), mengenai terjadinya teks ada beberapa kemungkinan:
1.  Aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita.turun-temurun terjadi secara terpisah yang satu dengan yang lain melalui dikte apabila orang ingin memiliki teks itu sendiri. Tiap kali teks diturunkan dapat terjadi variasi. Perbedaan teks adalah bukti berbagai pelaksanaan penurunan dan perkembangan cerita sepanjang hidup pengarang.
2. Aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa aslinya disalin begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin, dipinjam, diwarisi, atau dicuri.
3. Aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaannya karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urutan-urutan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literer itu.
4. Terjadilah cabang tradisi kedua atau ketiga di samping yang telah ada karena varian-varian pembawa cerita dimasukkan.
Frekuensi penyalinan naskah tergantung pada sambutan masyarakat terhadap suatu naskah. Frekuensi tinggi penyalinan menunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari, misalnya naskah WS yang jumlahnya sangat banyak dan terdapat di berbagai daerah, dan sebaliknya, apabila frekuensi penyalinan kurang ini merupakan petunjuk bahwa suatu naskah kurang populer dan kurang diminati oleh masyarakat. Frekuensi tinggi dalam penyalinan mengakibatkan ketidaksempurnaan teks naskah tersebut. Sering terjadi penghilangan, penambahan, atau pergantian fonem, kata, frase, dan klausa terhadap teks salinan mengakibatkan kurangnya keaslian teks tersebut. Semakin banyaknya kerusakan atau varian pada naskah salinan maka mengakibatkan sulitnya menentukan naskah salinan yang paling dekat dengan naskah aslinya. Akibat penyalinan terjadilah beberapa varian naskah mengenai suatu cerita. Dalam penyalinan yang berkali-kali itu tidak tertutup kemungkinan timbulnya berbagai kesalahan atau perubahan. Hal itu terjadi, antara lain:
  1. Penyalin kurang memahami bahasa atau pokok persoalan naskah yang disalin;
  2. Tulisan tidak terang dan salah baca;
  3. Ketidaktelitian sehingga beberapa huruf hilang (haplografi), seperti: penyalinan maju dari perkataan ke perkataan yang sama (saut du meme an meme), suatu kata, suatu bagian kalimat, beberapa baris, atau satu bait terlampaui, atau sebaliknya ditulis dua kali (ditografi);
  4. Penggeseran dalam lafal dapat mengubah ejaan; ada kalanya huruf terbalik atau baris puisi tertukar;
  5. Peniruan bentuk kata karena pengaruh perkatan lain yang baru saja disalin.
Dalam proses salin-menyalin yang demikian, korupsi atau rusak bacaan tidak dapat dihindari. Di samping perubahan yang terjadi karena ketidaksengajaan, setiap penyalin bebas untuk menambah, mengurangi, mengubah naskah, menurut seleranya disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman penyalinan (Baried, 1985:59).
Pada abad XIX kegiatan penyalinan naskah Melayu tumbuh subur. Di antara tempat penyalinan yang pernah ada, Jakarta atau Batavia dulu tercatat sebagai kota yang banyak melahirkan penyalin naskah. Bukan tidak beralasan bila di kota tersebut kreativitas para penyalin atau pengarang dapat berkembang. Pada waktu itu Algemeene Secretarie (selanjutnya disingkat AS), yaitu kantor pemerintah Belanda yang didirikan pada tahun 1819, memprakarsai penyalinan naskah Melayu.Algemeene Secretarie menyalin naskah-naskah tersebut dengan beberapa tujuan diantaranya:
  1. Sebagai bahan pelajaran akademi Pamong Praja Delft.
  2. Agar dapat mempelajari kebudayaan Indonesia sebagai upaya pendekatan pada bangsa Indonesia.
Selain Algameene Secretarie, Jakarta juga memiliki penyalin yang berasal dari masyarakat. Penyalin-penyalin tersebut memiliki naskah yang kemudian mereka salin dengan berbagai tujuan. Tujuan para penyalin tersebut antara lain sebagai profesi; menyewakan naskah; dan untuk mencari penghasilan. Para penyalin naskah di Jakarta menyalin naskah-naskah sebagai profesi agar penyalin tersebut memiliki pekerjaan. Dari profesi yang mereka tekuni tersebut, mereka mendapat penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ini merupakan salah satu tujuan yang bersifat komersil sebab dari penyalinan naskah tersebut mereka menyewakannya dengan memungut biaya.
Berbeda dengan tujuan naskah Jakarta yang bersifat komersil, naskah Palembang memiliki tujuan untuk menyebarkan ajaran islam. Hal ini berkaitan erat dengan proses Islamisasi yang berkembang di Palembang. Palembang pada masa itu terdapat orang-orang Arab yang bermukim di Palembang, mereka mendirikan tempat ibadah yang berfungsi sebagai tempat ibadah. Dengan adanya penyalinan naskah tersebut, ajaran-ajaran Islam yang berkembang dapat ditulis yang kemudian disebarkan. Selain untuk penyebaran agama, penyalinan naskah Palembang juga bertujuan untuk menunjukkan suatu kekuasaan atau kehebatan kerajaan-kerajaan yang ada di Palembang. Penyalinan naskah Palembang seperti naskah “Asal-Asal Raja Palembang”  menunjukkan mengenai silsilah keturunan raja Palembang yang dapat menggambarkan masa-masa kejayaan setiap raja yang memimpin pada saat itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar